Museum Alamoudi-Huwaaah … rasa macam apakah ini yang berkecamuk di hati? Nggak jelas, kayanya rasa ingin extend di Makkah deh. Ihihi… Nggak terasa, tau-tau sudah mau bertolak ke Tanah Air aja. Perasaan baru kemarin tiba di Jeddah, terus ke Madinah, lanjut Makkah, sekarang udah mau balik lagi aja ke Indonesia.
Pesawat kami take-off sekitar pukul 05.00 pagi. Sementara kami sudah harus cek-out dari hotel sejak ba’da zuhur. Masih ada waktu sekitar semalaman sebelum terbang. Pertanyaanya adalah, kami menginap di mana? Di bandara, dong! Hehe … namanya juga backpacker. Walau backpaker ya nggak gitu juga bisa sih.
Mengintip Peradaban Arab Dulu di Alamoudi Museum
Begini … Jadi memang kami punya jeda waktu yang lumayan lama dari cek-out hingga pesawat take-off. So, selama jeda tersebut sebisanya kami isi dengan mengunjungi objek wisata. Pas banget sejurus dengan perjalanan kami ke bandara ada sebuah museum di perbatasan Mekkah-Jeddah, namanya Museum Alamoudi. Lokasi persisnya di kawasan Al-Shimeisi.
Jadi kami berangkat dari Elaf ba’da asar. Sampai di Alamoudi Museum sekitar jam 5 sore. Excited sih, karena tempat ini tuh unik. Penampakannya dari luar seperti benteng. Bangunannya berwarna coklat muda khas tone warna bangunan di Arab. Di depan gerbang ada kendaraan unik yang pasti jamaah Indonesia ketahui dengan baik, apakah itu? Bajaj berwarna merah tapi bukan bajaj bajuri ya, haha … Begitu masuk ke dalam, ternyata museum ini cukup luas dan hanya beratapkan langit alias outdoor. Namun ada beberapa bangunan indoor yang berisikan benda-benda bersejarah seperti pakaian kerajaan serta aneka senjata seperti pedang. Pemandangan belakang museum ini adalah gunung batu. Jadi settingannya mirip-mirip The Flintstone gitu menurutku. Museum yang dimiliki oleh Abu Bakar Al Amoudi ini menggambarkan kehidupan Arab zaman dulu dengan segala “keterbatasannya”(baca: ketradisionalannya).

Katanya, warna coklat ini dihasilkan dari perpaduan lumpur dan susu. (((Katanya))).
Sekarang, kita jelajahi yuk! Pertama kami diajak berkeliling melihat gambaran peradaban Arab zaman dahulu dalam sebuah ruangan terbuka yang bersekat-bersekat. Ada mengenai perlengkapan memasak, sumur, rumah, ranjang, perhiasan, pakaian, dan lainnya. Di sini kita diajak mengintip kehidupan sehari-hari pada zaman dahulu kala tersebut.

Peralatan minum zaman dahulu. Hmm … Zaman now juga kayanya masih ada yang beginian mah.

Keren ya. Yang rumbai-rumbai warna/i itu sekarang kayanya tren lagi.
Di ruangan lain ada semacam pameran 3D di mana kita seolah-olah diajak menyelami secara nyata kehidupan di sana. Seperti yang bisa kalian lihat di bawah ini. Ada fotoku bersama unta yang sudah diawetkan. Ada juga foto seolah-olah aku tengah mencium Hajar Aswad. Juga foto aku sedang memegang pedang sebagai senjata perang zaman dahulu. Di tempat lainnya (area outdoor) juga kita bisa menikmati pengalaman seru, seperti memanah.

Maap nyepam, hehe …
Menariknya adalah kita di sini bisa gunakan berbagai properti untuk keperluan foto. Bahkan petugasnya sendiri juga berbaik hati mau mengambilkan gambar buat kami. Meski awalnya ragu-ragu sih. Karena kan katanya suka banyak modus, motoin ternyata akhirnya suruh bayar sekian real. Nah kalau di sini nggak sih, malah mereka yang ngarahin gaya kita supaya terlihat riil.
Aku dan suami juga nggak lupa berfoto dengan pakaian khas Saudi. Suamiku mengenakan mislah sementara aku pakai Jalabiya, cmiiw. Selagi di sana yah aku coba-coba aja sih properti-propertinya.

Romantic couple … Jiyeh …

Alamoudi Museum Makkah
Ohya untuk tiket masuknya sendiri aku juga nggak paham deh berapa. Karena ini sudah termasuk dengan semua biaya umroh kami. But untuk penggunaan properti semuanya free, nggak dikenakan biaya lagi.
Di sini juga ada yang berjualan oleh-oleh dan aneka aksesoris. Lumayan lama kami di sini sampai menjelang magrib baru berangkat lagi.
Masjid Qisas Jeddah
Hari sudah semakin gelap dan kami memang sudah niat untuk menjamak qashar salat magrib dan isya. Sepanjang perjalanan menuju Jeddah, aku melihat beberapa orang yang solat magrib di Jalanan.
Masya Allah terharu deh. Meski masjid bisa ditempuh dalam beberapa menit lagi, tapi orang sini waktunya salat ya salat. Mobil terparkir dan si empunya solat beralaskan sajadah di tepi jalan.
Bus kami terus melaju menuju masjid Qisas. Sekarang sudah tak bisa lagi katanya ke masjid terapung karena satu alasan tertentu. Ya sudahlah tak apa. Toh masjid Qisas pun yang berada di jantung kota Jeddah sama cantiknya. Apalagi pas pemandangan malam, lampu-lampu kota dan kendaraan berpendar. Walau dibalik kecantikannya, masjid ini memang menjadi saksi sekaligus sarana penegakan hukum qisas. Apa itu hukum qisas? Qisas ini bermakna pembalasan yang setara/setimpal. Biasanya untuk pelaksanaan hukumanya dilakukan ba’da solat Jum’at.
Masjid Qisas ini berada di kawasan Balad, Jeddah. Persisnya di seberang kantor Sekretariat Departemen Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi. Bentuknya unik dengan kubah-kubah kecil diatasnya dan ada satu menara tinggi di salah satu sisi masjid.
Saat pertama masuk kami melewati teras yang sangat luas. Saking luasnya kayanya bisa untuk anak-anak bermain bola. Di sisi yang lain ada danau buatan yang katanya mengalir ke laut merah.

Qisas mosque at night

Interior sisi akhwat masjid qisas

Tepi danau
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Kami lalu naik ke bus dan mencari makan malam. Karena anakku tidur, jadi aku dan suami menunggu di bus. Sementara yang lain tetap makan di lokasi.
Setelah selesai, sekitar jam 10 malam kami tiba di bandara Jeddah. Sedikit kena omelan si supir karena aku lama turun dari bus gitu. Haha … maklum lah Pak namanya juga bawa anak kecil, mana lagi tidur pula.
Ini Baru Namanya Backpacker
Yoweislah! After that, kami masuk dan mencari tempat duduk untuk bersandar karena aku juga sudah ngantuk berat. Tidur di kursi pun tak terasa lagi. Jam 1 pagi kayanya aku dibangunin suami suruh masuk ke ruang tunggu. Weislah nggak ngerti bawa apaan di tangan, sambil ngantuk-ngantuk di imigrasi, alhamdulillah minuman dan makanan lolos semua.
Kemudian, ya ampuuuun … betapa terkejutnya melihat lautan manusia di bandara. Kursi nggak dapat, kantuk pun hilang sudah. Alhasil dari jam 2 pagi keliling bandara aja jajan ngabisin recehan.

See? Ramainyaaa
Sekitar jam 4an deh baru bisa duduk di bangku yang nyaman karena jamaah negara lain sudah mulai boarding. Sungguh … berjuta rasalah. Walau kurang dari sejam ternyata kami juga dipanggil boarding, haha … Nggak kebayang, gimana yang backpacker beneran. But, however syukurilah apa yang ada, yes! Alhamdulillah Ala Kulli Haal.
13 Comments. Leave new
Masya Allah… pengalaman yg luar biasa tapi kyknya staminanya hrs bener2 bagus ya… klo aku kyknya ngga kuat
Bismillah … kuat mba… Asalkan niat yang kuat insya Allah dimudahkan.
Pengalaman yang sungguh menarik mbak. Serasa Saya ikutan masuk ke musiumnya. Barang barang kunonya itu membuat semakin nyata.
Semogaa bisa ketularan bisa berkunjung ke Baitulloh . Aamiin
Aamiin Allahumma Aamiin
Ceritanya banyak mb Dwi ini. Aku ngikutin dan sambil mengenang kejadian-kejadian.
Baru tahu, ternyata memungkinkan ya umroh backpackeran. Pasti lebih irits yah…
Memungkin banget Buun… Coba deh beduaan swamik…
Seru! pingin deh bisa backpackeran ke sana. Btw mbak, aku gagal fokus sama gamis ungunya. Kaya ada manis manisnya.
Wwkwkwk… Sengaja dipake pas pulang, soale takut gonjreng2 di masjid.
Masha Allah, sungguh pengalaman traveling yang sangat menakjubkan. Rasanya yuni ingin juga Ya Allah. Qobul hajat. Aamiin.
Amiin Ya Mujibasailiin
Masyaallah, pengalama yang seru, Mbak. Jadi pengen, ihh. Mau lihat postingan sebelumnya, ahh
Wah, kalau umroh backpackeranbisa atur waktu sendiri ya, mbak
Masya Allah, serunya. Perjalanan umrahnya bisa ditulis sepanjang ini. Sampai part 7. Tak heran Mbak Dwi jadi berat tuh ninggalin Mekah. Masih jadi mimpi saya dan suami, nih. Ingin segera ke sana, insyaallah